Prinsip Umum Pemadaman Kebakaran
Update Terakhir : 14 September 2011
Masih merupakan kesatuan dari seri "Prinsip Umum Pemadaman Kebakaran" penulis mencoba berbagi informasi yang mungkin dapat menjadi bahan diskusi bagi rekan-rekan petugas Pemadam, terlebih mereka yang masih pemula dalam bidang pekerjaan yang penuh tantangan. Sebagai tema dari tulisan kali ini adalah Locate, Confine, Extinguishing.
Ketika satu unit Pemadam Kebakaran tiba di lokasi kejadian secara otomatis terlintas dibenak para petugas berbagai pertimbangan tentang kondisi lokasi dan insiden. Segera setelah itu tindakan awal yang perlu di ambil segera di lakukan. Tindakan-tindakan yang mereka lakukan, sesuai kondisi yang mereka hadapi, biasanya tidak terlepas dari pola, tentukan titik lokasi (locate), lokalisir/hambat perambatan kesegala arah (confine), dan pemadaman (extinguishing).
Tindakan awal (tentukan lokasi) seringkali dilakukan sebelum pengamatan terhadap lokasi dan kondisi insiden telah sepenuhnya dilakukan. Seringkali penentuan lokasi dianggap termasuk sebagai bagian dari proses pengamatan (size up) akan tetapi ada perbedaan mendasar karena untuk menentukan lokasi kejadian diperlukan kerja fisik oleh para petugas.
Penentuan titik lokasi kejadian (locate) seharusnya telah dapat dilakukan oleh para petugas sebelum unit mereka berangkat menuju lokasi insiden. Akan tetapi seringkali para petugas pada saat berangkat masih belum pasti titik lokasi kejadian, karena banyak laporan darurat dilakukan orang yang melintasi tempat kejadian tanpa pelapor tahu persis apa dan di mana objek yang terbakar misalnya.
Karenanya sebelum berangkat menuju lokasi kejadian yakinkan terlebih dahulu titik kejadian, sehingga dari awal dapat diperkirakan pola operasi yang akan diterapkan. Termasuk di sini adalah dimanakah posisi unit akan ditempatkan dan dari manakah unit dapat mencapai lokasi kejadian serta ke arah manakah selang akan di gelar untuk operasi pemadaman Kebakaran atau peralatan rescue apakah yang paling tepat untuk dipersiapkan pada operasi rescue. Karena kita sadari apabila dari awal kita salah dalam menentukan titik lokasi maka untuk berbalik arah dalam upaya mencapai rute yang tepat adalah bukan hal yang sederhana atau mudah. Atau ternyata karena kesalahan menempatkan unit proses menggelar selang menjadi sulit karena akses menuju titik kejadian terhalang oleh bangunan tinggi, sungai, lintasan (rel) kereta dan sebagainya. Karenanya melengkapi petugas dengan radio komunikasi akan sangat membantu mereka menuju titik lokasi dan penempatan unit. Dengan adanya radio komunikasi apabila informasi lebih detil tentang titik dan kondisi kejadian yang masuk setelah unit berangkat akan dapat disampaikan oleh operator atau petugas lain yang lebih mengetahui lokasi tempat kejadian.
Tindakan lanjutan yang biasanya dilakukan para petugas Pemadam adalah lokalisir/hambat perambatan api / kebakaran kesegala arah (confine). Tindakan ini dilakukan untuk menjaga agar Kebakaran tidak meluas yang otomatis akan menyulitkan upaya pemadaman dan tentunya menambah kerugian yang diderita oleh masyarakat. Ada juga yang menambahkan tindakan sebelum melokalisir perambatan Kebakaran dengan melindungi objek-objek yang terpapar oleh kebakaran/panas (protect exposures). Hal ini tentunya dapat menjadi bahan diskusi yang menarik, akan tetapi dalam tulisan ini penulis tidak akan menganalisa perlu atau tidaknya tindakan tersebut. Karena pada dasarnya setiap kejadian menuntut tindakan yang spesifik yang mungkin berbeda antar satu dengan lainnya. Walaupun sekilas terlihat sederhana akan tetapi untuk kota Jakarta seringkali menjadi tindakan yang sangat pelik terutama untuk kawasan permukiman tidak tertata karena akses menuju titik lokasi kejadian sangat terbatas dan sulit, karenanya Kebakaran sering meluas dan tidak terkendali. Sekali lagi fungsi radio komunikasi sangat memegang peranan dalam memandu penempatan unit-unit pada area Kebakaran yang luas.
Urutan terakhir dari tindakan-tindakan tersebut adalah pemadaman (extinguishing), walaupun bukan tindakan yang mudah akan tetapi apabila tindakan-tindakan terdahulu telah dapat dilaksanakan dengan baik tindakan pemadaman akan menjadi lebih ringan. Terlebih lagi apabila para petugas yang melakukan pemadaman telah memiliki pengalaman yang cukup dan dilengkapi dengan peralatan dan kelengkapan yang memadai serta terjaminnya pasokan air sebagai bahan Pemadam utama dalam sebagian besar kejadian Kebakaran.
Sebagai rangkuman dari tulisan ini dan tulisan-tulisan sebelumnya dalam seri "Prinsip Umum Pemadaman Kebakaran" adalah bahwa setiap kejadian Kebakaran atau insiden lain membutuhkan tindakan spesifik yang berbeda satu dengan lainnya walau terkadang terlihat sama. Oleh karenanya pengalaman operasional dan latihan simulasi yang bervariasi akan menjadi modal setiap personil dalam menentukan tindakan yang harus dilakukan dalam setiap insiden. Selain itu ketersediaan Prosedur Operasi Standar (POS) (standard operating procedure (SOP)) akan sangat membantu para petugas dalam melakukan operasi dan juga mencegah kesalahan-kesalahan yang tidak perlu yang mungkin akan memperburuk keadaan.
Satu hal lagi yang menarik, yang diungkap dalam buku sumber tulisan ini, yang mungkin dapat menjadi bahan diskusi bagi para petugas Pemadam Kebakaran dan penyelamat dan disebutkan sebagai aturan pamungkas (last rule) untuk pemadaman Kebakaran, yaitu "biarkan keadaan mengatur prosedur" (let circumstances dictate procedures). Erkatio